WORD IS ME
Wordisme adalah dunia tulis menulis. Acara Wordisme ini adalah gagasan dari mbak @AlberthieneE alias mbak AE, woro-woro nya di twitter yang mengajak siapa folowernya yang mau belajar nulis. Syaratnya sih gampang banget cukup kirim email ke mbak AE disertai tulisan singkat kenapa ingin belajar, setelah itu tunggu konfirmasi. Saya sewaktu membaca twet nya mbak AE semangat banget langsung deh ga pakai mikir kirim email, soalnya nge fans ama tulisannya terutama tulisan biografinya yang asyik banget bacanya serasa baca novel. berurai air mata bo he he lebay ya ). Alhamdulillah dapat kesempatan itu.
Acaranya dinamakan wordisme (kreatif deh nama dan warna logonya, saking kerennya saya contek nih warna logonya ungu,hijau dan orange cihuyyyy). Kirain yang ngisi acaranya cuman mbak AE ternyata banyak nara sumber yang keren-keren. Acara berlangsung tanggal 19 November 2011 seharian penuh. Kalau dibilang pegel sih iya banget apalagi buat saya yang punya penyakit hnp (lebih dikenal saraf kejepit) pantangan penyakit ini khan ga boleh duduk dan jalan terlalu lama. Berasa banget tuh pinggang saya menjerit, akhirnya tiap setengah jam saya berdiri, biarin deh dibilang bisulan atau cacing kepanasan, demi ilmu di wordisme saya ga peduli :)).
Sesi pertama mengenai Jurnalisme Pop, nara sumbernya Petty Fatimah (Pemred Majalah Femina) dan Reda Gaudiamo (Pemimpin Grup Majalah Wanita Gramedia). Sesi ini banyak berbicara tentang karakter media. Jika ingin memgirim tulisan pelajari dulu karakter media tersebut, majalah femina sangat berbeda karakter dengan majalah chic, begitu juga koran-koran harian. Satu tema bisa diambil dari sudut yang berbeda, misalnya untuk tema jalan-jalan, di majalah gadis akan bercerita bagaimana liburan yang murah meriah ala backpaker, sedangkan femina lebih banyak bercerita tentang wisata kuliner atau tempat-tempat penginapan yang keren. Jadi jika ingin mengirim tulisan ke suatu media pelajari dulu dengan teliti gaya penulisan atau karakter tulisan mereka seperti apa, karena tulisan yang tidak tepat sasaran akan berakhir dengan penolakan xixixi.
Sesi kedua mengenai Pelatihan Menulis Biografi diisi oleh mbak Alberhine Endah sendiri dengan moderator mas Mayong Laksono, (wuihh doi masih tetap cakep eh salah fokus hehe). Sesi ini mantappp banget, mbak AE bercerita sangat lincah dan cepat, kata-katanya mengalir cepat menceritakan bagaimana pengalaman-pengalaman dia menulis biografi. Ternyata satu point kunci yang saya dapat, mbak AE sebelum wawancara mencari data-data nara sumber tersebut selengkap mungkin dan mencari sisi emosionalnya. Pertanyaaan pertama sangat menentukan wawancara selanjutnya, dia mengambil sisi emosional tersebut, hingga nara sumber bisa menangis ataupun tertawa bahagia.
Pantas saja yah saya baca buku mbak AE mengenai biografi Merry Riana baru baca beberapa halaman awal saya sudah menangis. Mbak AE ingin dalam setiap tulisan ada hikmah atau manfaat yang diambil misalnya untuk biografi KD bagaimana seorang KD dari hidup susah di daerah batu hingga bisa menjadi diva, begitu juga dengan biografi alm Crisye. Lebih peka terhadap perasaan dan empati akan membuat biografi itu lebih bernyawa.
Sesi ketiga diisi oleh Ollie/Salsabeela dan Raditya Dika mengenai Meraih Sukses Dari Blog, sumpah ini adalah sesi penuh gelak tawa dan humor oleh Dika, (tuh anak emang lucu banget yahh, ga beda seperti baca bukunya). ketawa ketiwi abis deh. kalo Dika bercerita perjalanan hidupnya dalam menulis diawali dengan blog tentang kehidupannya sehari hari dalam bentuk humor hingga menjadi sebuah buku dan berlanjut menjadi banyak buku dan profesi lainnya, saya mengakui dia punya talenta soal humor sampai saya merasa kemaren itu dia lagi ngisi workshop atau stand up comedy ya :P.
Untuk Ollie saya liat dia bisa menjadi sukses karena percaya dirinya yang tinggi, dari cara dia membawakan diri dan memasarkan dirinya kelihatan klo dia jago menjual kemampuannya, tapi dari segi kemampuan juga bisa dipertanggung jawabkan buktinya saya suka baca buku dan blognya. Ollie dari menulis, punya bisnis, jadi model, hingga di bayar untuk tulisan jalan-jalan. Ollie mengatakan ga ada yang bilang klo saya ini penulis yang bagus, karena itu saya yang mengatakan saya ini penulis dan saya mempromosikan itu di sosial media, wahh saya sampat melongo dengarnya, saya aja yang punya blog kadang suka malu kalau ditanya blognya apa, malah ga mau bilang, malu alias ga pede klo ntar baca tulisannya saya ternyata jelek, cara Ollie bisa ditiru nih biar saya pd he he, Makasih Ollie for kiat Merketing Your Self nya :).
Sesi keempat mengenai Pelatihan Menulis Fiksi Novel/Cerpen diisi oleh Clara Ng, Djenar Maesa Ayu Hetih Rusli dan Windy Arientanty. Dalam menulis fiksi cintailah terhadap pekerjaan menulis karena jika kita cinta hasilnya pasti akan lebih bagus karena menulisnya dengan happy. Bebaslah berkarya jangan terlalu memikirkan apakah karya kita bisa dimuat media atau bagus, tetaplah menulis tanpa harus dikungkung berbagai macam kekahwatiran dan ketakutan.
Mbak Hetih dan Windy adalah tukang edit alias Editor xixixi. Pengakuan mba Windy editor itu pacarnya penulis, karena mereka saling ngobrol (baca koreksi :) ) untuk menjembatani apa maunya penulis dan apa maunya pembaca. Padahal selama ini saya membaca klo editor itu "jahat" karena sering "menghabisi" tulisan penulis tanpa basi basi. Kata penulis "apa editor itu ga tau kalo saya sudah capek menulisnya, enak aja di potong", dan bagi editor "pembaca ga peduli dengan perasaan itu". Wahhh so... pandai pandailah memenangkan hati editor agar dia tidak terlalu ganas memakan tulisan para penulis he he, tentunya bagi penulis harus bisa memberikan karya yang terbaik.
Sesi kelima mengenai Menulis Skenario, yang diisi oleh Salman Aristo, Aditya Gumai dan Alexander Thian. Menulis skenario itu beda dengan menulis novel, karena dalam skenario yang bermain indra visual.
Aditya Gumai mengatakan buatlah sesuatu karya yang bermanfaat, karena ini yang bisa membuat karya tersebut diingat. Saya sangat berapresiasi terhadap
beliau, saya melihat ada visi yang hendak dicapainya dalam membuat film, seperti film Emak Ingin Naik Haji dan Rumah Tanpa Jendela yang keduanya karya dari Asma Nadia. Aditya ingin membuat film yang ada nilai kebaikan dan ada adegan
yang akan diingat orang terus karena adegan tersebut mengandung misi.
Alex Thian bercerita mengenai pembuatan cerita sinetron yang lebih sering mementingkan hasil rating daripada nilai sebuah cerita. Karena penontonnya yang meminta, begitu menurutkan selera penonton para pembantu.
Menurut pendapat saya kalau acara sinetron yang berkiblat kepada rating kapan sinetron itu akan memberi nilai kepada para penontonnya, karena seperti kita tau sinetron Indonesia adalah sinetron yang begitu banyak hal-hal yang tidak baik. Masa sih adegan yang ditampilkan marah-marah, memukul, kebencian, iri dan hal yang buruk lainnya,. apakah segitunya arti sebuah rating tidak bisakah membuat sebuah cerita yang menanamkan nilai kebaikan seperti keluarga cemara yang mencapai berpuluh puluh episode dan sangat disukai masyarakat. Aditya Gumai mengajak masyarakat untuk berperan jangan hanya diam jika disuguhkan cerita yang tidak bernilai tapi beri kritik atau masukan, karena dengan begitu kita punya usaha untuk berubah.
Begitu cerita saya sehari bersama #wordisme dan bagaimana cerita peserta lain yang ikut workshop pasti sama serunya juga ya. Alhamdulillah banyak ilmu yang saya dapat sekarang tinggal action saja untuk menerapkan ilmu tersebut, terima kasih buat mbak AE dan panitia lainnya, semoga menjadi amal kebaikan dan buat para peserta mari kita berkarya, yeahhh.....:))