"Siapa yang mengenal dan menaati Allah, maka ia akan bahagia
walaupun ia berada di dalam penjara yang gelap gulita.
Dan siapa yang lalai dan melupakan Allah
ia akan sengsara walaupun ia berada di istana yang megah"
" Diantara yang paling penting yang telah aku pelajari dan aku dapatkan dari kehidupan sosial manusia sepanjang hidup adalah bahwa yang paling layak untuk di cintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri.
Dengan kata lain, tabiat cinta yang menjadi jaminan tentramnya kehidupan sosial manusia, dan menjadi faktor penting terwujudnya kebahagiaan, itu lebih layak di cintai. Sebaliknya tabiat permusuhan dan kebencian yang menjadi faktor perusak tatanan sosial merupakan sifat paling buruk dan paling berbahaya. Ia paling layak untuk di hindari dan di jauhi."
(Badiuzzaman Said Nursi)
Membaca sejarah orang terdahulu yang sholeh, cerdas, selama hidupnya ia berjuang menegakkan agama Allah walaupun dengan cobaan yang sangat luar biasa membuat hati ini menjadi malu dan bertanya, apa yang telah telah saya lakukan untuk agama ini? :(
Kisah Said Nursi mulai dari kecil, siapa orang tuanya, bagaimana hidupnya di fokuskan untuk mencari ilmu dan bergerak dalam bidang dakwah, cobaan-cobaan yang ia terima sampai ia akhirnya wafat semua memberikan hikmah yang sangat besar.
Disamping menceritakan kisah Said Nursi, novel ini juga bercerita mengenai kisah cinta yang mengejutkan tapi berakhir manis :). Saya jadi teringat dulu saat pertama kali membaca novel ayat-ayat cinta karya Kang Abik. Saya sempat tergagap gagap alias heran, untuk sebuah kisah cerita cinta begitu banyak kitab dan penggalan ayat Al-Quran yang di jadikan catatan kaki. Subhannalah..rasanya seperti belajar ilmu agama tapi melalui cerita. Apalagi saya yang bukan berlatar pesantren dan pendidikan ilmu agama.
"Orang tua Said Nursi, Mirza dan Nuriye bisa dibilang berhasil mendidik anak-anaknya. Dua anak perempuannya, Duriye dan Hanim, menikah dengan orang yang dikenal luas sebagai penyebar agama dan guru agama bagi masyarakat yang disebut hoca. Begitu juga dengan adik lelakinya juga menjadi guru. Sejak masih belia, Mirza telah diajarkan untuk menjada diri dari barang yang haram. Bahkan lembu lembunya tidak ia izinkan makan rumput yang tidak jelas kehalalanya. Mirza juga menghiasi nafasnya dengan dzikir kepada Allah. Sedangkan Nuriye yang hafal Al-quran selalu menjaga dirinya dalam keadaan berwudhu. Saat mengandung anak-anaknya, termasuk mengandung Said, Nuriye tidak menginjakkan kakinya ke atas bumi dalam keadaan suci, dan tidak meninggalkan sholat malam, kecuali saat uzur. Nuriye tidak mengizinkan dirinya menyusui anak-anaknya terutama Said, dalam keadaan tidak suci. Maka wajarlah Allah Yang Maha Suci memberikan anugerah-Nya kepada suami istri sederhana ini. Anugerah paling tampak terasa ada pada anak mereka bernama Said. Said menjadi semacam "ayat" bahwa kesucian cinta karena Allah akan melahirkan keberkahan dan keajaiban yang tidak pernah di sangka sangka. Allah itu baik dan suci, dan Allah mencintai kebaikan dan kesucian."
(halaman 148)
Baca sepenggal cerita tersebut saja sudah membuat basah mata saya dan menjadi pelajaran bagaimana orang sholeh menjaga diri dan keluarganya.
Said Nursi hampir menghabiskan setengah umurnya di penjara dengan siksaan. Dari penjara yang satu ke penjara lainnya. Ini merupakan konsekwensi dakwah ketika ia mengatakan apa yang benar itu benar dan mengatakan sesuatu itu salah, walaupun bertentangan dengan rezim penguasa saat itu. Karya monumental nya Risalah Nur juga lahir dari dalam penjara dan pengasingan diri.
"Salah satu bentuk siksaan di penjara mereka tidak boleh keluar sel ke kamar kecil. Selama 12 hari mereka tidak diberi makan. Dalam kondisi tertekan dan tersiksa seperti itu, Badiuzzaman Said Nursi tetap menunaikan amanat dakwah sebagai seorang ulama, ia tetap menulis untuk memberikan perlawanan pada rezim kelaliman dengan kata-katanya yang bercahaya. Said Nursi mampu menjaga semangat juang dan ibadah para murid dan ibadah para murid-muridnya yang di penjara untuk tetap hidup. Dalam kondisi semenderita apapun, Said Nursi tetap menggerakkan mereka untuk sholat berjamah dan membaca Al-Quran." (Halaman 498)
Novel sejarah ini benar-benar menggetarkan jiwa dan mengingatkan agar dalam keadaan apapun selalu dekat dengan Allah. Kedekatan dengan Allah membuat keberkahan dalam setiap tarikan nafas dan setiap langkah dalam kehidupan.