Bismillahirrahmanirrahim...
Jangan takut dengan masalah
Masalah itu memperkaya rasa
Dan menulisnya seperti mengeja rasa
Jangan takut dengan rasa yang kita punya
Hati ini dalam genggaman pemilikNya
Dia yang berhak membolak balikan perasaan.
Banyak banyaklah berdoa agar hati ini teguh dalam keimanan
Istilah Narrative Writing Theraphy ini baru pertama kali saya dengar ketika membaca iklan pelatihan menulis di akun ig @adenit.
Setelah goggling dan baca penjelasannya saya merasa, Masya Allah ternyata menulis bisa menjadi terapi mental.
Awalnya ragu mau ikut kelas ini , saya khan insya Allah ga ada depresi atau trauma, apa cocok ikut kelas ini karena terus terang saya tertarik dengan menulisnya aja. Akhirnya setelah mikir beberapa hari Allah takdirkan daftar juga beberapa jam sebelum pelatihan 😊.
Mba ade menjelaskan apa penting nya menulis karena menulis itu bukan semata mau jadi menulis tapi bisa menjadi cara untuk melepas pikiran pikiran yang menumpuk di kepala.
Kemudian ada sesi menghadirkan secara live mbak @louiandlove yang berada di norwey. Mbak ayu ini sedang menulis buku tentang bipolar yang di dampingi oleh mba ade sebagai mentor. Di sesi ini mata saya ikut berair ketika mba ayu menjelaskan penyakit bipolar yang telah menemaninya selama 10 tahun. Dia bercerita bagaimana ketika penyakit itu kambuh dan dia harus minum obat setiap hari seumur hidup. Selama menulis buku ini intensitas kambuh penyakitnya menjadi berkurang.
Saya suka menulis, selama ini tujuan saya menulis karena efek saya suka baca aja dan sebagai tempat untuk menyimpan kenangan. Ga pernah terpikirkan menulis bisa jadi sebuah terapi.
Disesi ke dua diisi oleh mbak Intan Savitri aka Izzatul Jannah. Saya langsung ingat bagaimana dulu zaman kuliah saya fans berat buku cerpen islami mbak intan ini, puluhan buku bo. Sekarang ketemu penulisnya langsung yang berprofesi sebagai dosen dan psikolog membuat pelatihan ini menjadi mantul.
Mbak intan menjelaskan teknik bagaimana cara menulis narasi sebagai terapi. Langkah awal, menulislah secara langsung spontan bebas tanpa mengedit segala emosi masa lalu hadirkan semua seolah olah kita sedang berada masa lalu tersebut.
Langkah kedua tulisan pertama itu kita tulis lagi tapi dengan kata ganti orang lain, beri tokoh nama orang lain dari cerita tersebut. Kemudian tulis hikmah dari kejadian tersebut.
Jika dari tulisan pertama kita sangat dekat dengan peristiwa tersebut pada tulisan ke dua kita sangat berjarak dengan peristiwa tersebut.
Dengan mengambil jarak dengan.peristiwa tersebut biasanya kita dapat melihat peristawa tersebut dengan lebih tenang dan jernih dan bisa mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Mengambil hikmah ini yang menjadi kuncinya. Pikiran dan perasaan menjadi lebih tenang.
Masya Allah seketika saya ingat kajian @drzaidulakbar yang mengatakan penyakit yang paling berat itu adalah pikiran berupa stress, marah, benci dll.
Seperti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَلآ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْصَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُكُلُّهُ، أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sungguh di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuh. Jika rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah kalbu (jantung).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kelas ini juga mengharu baru ketika peserta ada yang mengalami trauma masa kecil. Saya berharap dan berdoa para perempuan, ibuk-ibuk senantiasa bahagia karena ibu yang bahagia itu menjadikan keluarganya bahagia.
Ga ada salahnya dengan bercerita ketika kita mengalami beban masalah tentu saja setelah curhat dengan Allah dan perhatikan adab dalam bercerita, pastikan orang tersebut pantas sebagai tempat kita bercerita kalau bisa keluarga terdekat dan yang kedua jangan buka aib kecuali pada orang yang pantas misalkan konsultasi ke dokter atau psikolog.
Happy happy ya semua, jangan sampai ada sress diantara kita (nunjuk diri sendiri)
Lelah itu biasa yang penting lillah
Lelah itu hanya siklus, lewati saja
SemangkA, semangat karena Allah 😊