Saya melihat AE sebagai orang yang menguasai penulisan biografi di Indonesia.
Perkenalan saya pertama kali dengan karya AE lewat buku Merry Riana, Mimpi Sejuta Dolar.
Terus terang saya kaget baca buku tersebut. Buku tersebut bagus tapi di luar apa yang saya pikirkan tentang biografi selama ini. Biasanya buku biografi itu ditulis seperti buku diktat dan membacanya seperti CV seseorang. Sedangkan di buku Mery Riana ini seperti membaca buku fiksi layaknya novel, begitu banyak cerita drama yang penuh lonjakan emosi.
Setelah itu saya bertanya-tanya apakah bisa cerita biografi dibikin seperti non-fiksi?
Lama pertanyaan itu menggantung di pikiran saya, setelah itu setiap buku biografi yang ditulis oleh AE keluar saya baca ada Athirah, Chrisye, blue bird, dll.
Semua buku itu mempunyai benang merah yang sama, ada cerita rasa dan emosi yang terselip dalam setiap biografi. Untuk Athirah saya sampai heran, kok bisa-bisanya biografi tentang Jusuf Kalla, tapi banyak bercerita tentang bagaimana efek dari keluarga yang bapaknya poligami. Saya pikirJK sebagai seorang pengusaha dan pejabat pemerintah, pasti banyak bercerita tentang kisah suksesnya.
AE bercerita di sesi kelas penulisan biografi " sewaktu saya ketemu pak JK saya sampaikan, "pak di toko buku banyak buku biografi bapak semuanya bercerita yang sama tentang kesuksesan di bisnis dan pemerintahan, saya mau nulis dengan sudut pandang yang lain, adakah dalam hidup bapak mengalami perasaan sedih yang paling mendalam?" Ada AE kata pak JK, sewaktu bapak saya poligami, saya menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap adik-adik dan menjaga ibu saya yang perasannya jatuh saat itu"
Aha, sekarang saya tau jawabannya, pantesan setelah baca buku AE saya berlinang air mata terutama Athirah dan Merry Riana.
Untuk Mery Riana saya bahkan terbayang-bayang bagaimana seorang mahasiswa, karena ga punya uang untuk makan memilih banyak minum air kran yang banyak tersedia di setiap sudut Singapore.
Untuk ini AE bercerita, saat bertemu Merry Riana untuk wawancara saya minta diajak dimana tempat-tempat dia dulu berjuang menyebarkan brosur, meminum air kran, dan tempat dia berjuang mencari uang dengan susah.
Duhh pinter kali pertanyaan AE nih, siapa sih yang ga terbawa emosi saat mengenang dulu tempat dia berjuang dan susah sampai untuk makan pun ga ada uang.
Yes sampai sini terjawab sudah pertanyaan saya bertahun tahun. Tapi masih banyak lagi ilmu yang diberikan AE.
Bersyukur saya bisa mendapatkan ilmu itu dari seorang AE. Saya doakan semoga AE ilmunya berkah dan bermanfaat untuk banyak orang. Sehat-sehat bersama anjing-anjing lucunya.
Kalimat AE yang menjadi catatan penting bagi saya, "pakai hati dalam menulis bukan hanya sekedar transkip wawancara. Hati kita adalah perangkat yang baik."