Selasa, 01 Oktober 2024

Definisi Mencintai Karena Allah

Kita baik kepada suami bukan karena alasan pertamanya suami baik kepada kita bukan juga karena suami mencintai kita dll, tapi kita baik dan menurut kepada suami karena alasan pertamanya Allah yang menyuruh kita taat kepada suami dan Allah ridho terhadap istri yang baik kepada suami dan Allah akan mencintai istri yg ikhlas dan baik kepada suami 

Karena niat menikah untuk ibadah dan syarat nya ibadah itu ikhlas karena Allah. Cari ridho Allah terlebih dulu termasuk suami 

Mencari ridho suami pun karena Allah ridho kepada kita jika suami ridho 

Diriwayatkan, wanita ahli surga ketika mendapati suaminya marah kepada istrinya dan itu bukan karena istrinya atau tanpa alasan yg jelas, maka yang dilakukan wanita ahli surga, dia akan menggenggam tangan suaminya dan mengatakan, mata ini tidak akan terpejam jika engkau tidak ridho terhadapku 

Istri yang minta maaf itu bukan karena semata mata karena suami tapi mencari ridho Allah 

Yang sering bikin kita sedih itu karena kurang berzikir dan mengingat Allah 

Barang siapa yang lalai dan berpaling dari mengingatku maka  dia akan hidup dengan kehidupan yang sengsara , surat Thoha ayat 124. 

Kebahagiaan suami atau istri bukan terletak pada istri atau suami tetapi bagaimana hubungan dia dengan Allah 

*Catatan kajian ustad Nuzul Dzikri*






Merasa Berjasa


Dulu selepas SMA 'pergi' dari rumah untuk kuliah setelah itu berlanjut kerja dan menikah. Pada masa itu bersama mama hanya saat liburan dengan hitungan hari. 

Saat ini dimasa tuanya Alhamdulillah bisa tinggal bersama lagi, skenario Allah sangat luar biasa. Kehilangan waktu bersama yang dulu Allah ganti saat ini dan gantian aku yang ngurus mama. 

Berapa waktu lalu saat kajian gurunda bilang. "Sering kali orang yang melakukan kewajiban  bukan dengan psikis orang yg melakukan kewajiban tapi dengan psikis orang yang merasa berjasa atau karena kebaikan dia, padahal tidak pantas membanggakan diri atas kewajiban yang kita lakukan"

Misalkan nih pengalaman pribadi, ngomel sama suami, kamu kok gini sih pdhal aku Khan udh melakukan ini itu dsb, pdhal yang kita sebutkan semua itu ya kewajiban. 
Atau ngadu sama Allah, ya Allah kok ada aja ya masalah, padahall Khan saya udh baik sama keluarga, teman dan juga udh birrulwalidain. Padahal yang disebutkan itu semua kewajiban yang emang kudu harus dilakukan. 

Mengevaluasi perasaan ini penting sebagai salah satu rukun dari muhasabah agar terhindar dari virus hati.

Bagi saya pribadi walaupun mendengar nasihat tentang hak dan kewajiban ini berulang kali tetap saja dalam pelaksanaan nya remed, jujur susah...

Kata gurunda "laksanakan saja kewajiban kita soal hak itu ga usah diributkan klo emang hak kita akan kembali kepada kita kecuali kita tidak yakin akan kemahakuasaan Allah"

Trus bagaimana jika dalam pelaksanaanya hak kita tidak diberikan orang lain. Tunaikan saja kewajiban kita kepada dia, jangan sampai ketidaksukaan kita membuat kita tidak adil karena adil itu lebih dekat dengan ketaqwaan. Kemudian mengenai hak kita minta kepada Allah. Kecuali klo kita menuntut karena ada kemaslahatan lain.

Apakah cara ini langsung berbalas? Ga juga, bisa jadi di balas pada saat itu, dikemudian hari atau tidak sama sekali. Yang pasti Allah tidak pernah zalim kepada umatnya dan bisa jadi sesuai dengan janji Alquran bahwasanya bersama kesulitan itu ada dua kemudahan.

Agama mendidik kita seperti ini tentu saja konsep ini riil bukan khayalan cuman melaksanakannya memang butuh waktu bisa jadi proses seumur hidup karena ini konsep tauhid yang tinggi. 

Biidznillah, semoga Allah mudahkan melakukan apa yang telah dipelajari.

*Catatan kajian ustad Nuzul Dzikri*



Cerita Dunia POV Kematian

Mau cerita mengenai perasaan satu bulan ini yang benar benar memporak porandakan kebiasaan, perasaan dan pikiran. 

Dimulai akhir bulan Agustus dimana setiap pagi setelah olahraga super kilat aku ke icu rumah sakit membawa sarapan buat bestie. Biar bestie tetap mau makan selama menunggu suaminya di icu seorang diri. Sambil makan yang di paksakan kita saling bercerita di luar tentang kondisi sakit. 

Kondisi suami yang mendadak ga sadar, yang selama ini ga pernah sakit berat, sedang jalan jalan keluar kota kumpul keluarga, merupakan pembuka cerita yang sangat menegangkan. 

Progres kesehatan tiap hari yang semakin berat membuat hatiku juga semakin berat melihat sosok dia sebagai seorang istri dan ibu.

Dari hari pertama sampai hari ke tujuh dari tiap helaan nafas yang berat, dalam diam dan berkata yang keluar lebih banyak air mata, aku melihat suatu keadaan dimana ketidaksiapan dan menerima harus dilakukan saat itu juga mau tidak mau. 

Aku tidak tau gimana dalam hatinya, yang kulihat dengan aktifnya dia mencari penguatan ruhiyah saat itu juga dengan segera, semua orang melihat ketegaran jiwanya. Berdiri tegak menyambut tamu, mencium jenazah sesudah dimandikan dengan senyuman dan duduk tenang sambil banyak berdoa ketika di pemakaman.

Aku sendiri masih meraba raba hikmah apa yang Allah berikan pada keluarga kecil ini, kepada kami sekomplek sebagai tetangga dan kepadaku sebagai teman yang kami sering bercerita berbagai hal. 

"Saiki aku ra duwe bojo", itu kalimat pertamanya kepadaku di luar kamar jenazah. 

Kalimat itu menyayat hatiku. 

Resign dari karir yang bagus dan tempat kerja yang prestisius sesuai keinginan suami agar fokus mendidik anak. Keluar rumah diizikan hanya dalam radius 3 km membawa motor karena suami khawatir. Di apresiasi suami dengan memberikan segalanya baik materi dan waktu. 

Ketika suami telah menjadi tumpuan segalanya, kalimat 'ra duwe bojo' adalah suatu perasaan kehilangan dan bertanya, trus aku harus bagaimana selanjutnya? 

Pertanyaan itu aku jawab dengan pelukan erat dengan bersimbah airmata, dengan terbata aku katakan kamu masih punya Allah yang maha segalanya. Trust me. 

Setelah kejadian itu aku mengalami suatu kondisi psikologis perasaan yang bermacam macam. Sedih, banyak pertanyaan salah satunya bagaimana jika itu terjadi pada saya? yang paling menyakitkan keimanan ku agak terguncang. 

Padahal berapa hari setelah kejadian ini kami tetap taklim mingguan dengan niat sekalian takziah menghibur keluarga yang berduka.

Sudah jelas dan clear, ustadzah mengatakan rahimahullah biidznillah sudah mencapai kematian yang indah. Yang menjadi peer, kita yang sedang menunggu antrian ini akan berpulang seperti apa?

Entah kenapa hatiku secara keimanan tetap terguncang. 

Aku ketakutan dengan yang namanya perasaan kehilangan. 

Ternyata aku serapuh ini, walau bukan aku yang mengalami. Mengenal dekat keluarga ini seakan akan ini terjadi padaku.

Aku menguatkan dia
Aku memotivasi dia
Aku juga mengatakan
Sedih itu wajar
Menangis itu boleh
Apapun perasaan yang dialami saat ini jangan di tolak

Sampai aku lupa memperhatikan perasaanku sendiri 

Alhamdulillah alla kulli hall

Pertolongan Allah dan waktu akan menyelesaikan ini semua dan ini menjadi bagian dari perjalanan rasa dalam episode kehidupan yang kualami.