Kamis, 21 Juli 2011

Menulis Dengan Kekuatan Jiwa ("Dunia Kata" M Fauzil Adhim)

Pernah nggak ngerasain baca buku yang bagus trus pengen baca lagi, kadang buku yang udah lama kita baca pun pada saat di baca lagi tetap aja masih menemukan makna yang baru. Saya menemukan beberapa buku yang seperti itu biarpun diulang-ulang ga bosan-bosan. Jadi mikir bagaimana ya kondisi mereka saat menulis? Kenapa saya sampai selarut ini terbawa emosi :). Apa ini yang dinamakan menulis dengan kekuatan jiwa seperti kata Fauzil Adhim?
Fauzil Adhim dalam bukunya Dunia Kata (buku ini sebagai bukti, saya beli tahun 2004 sampai sekarang dibaca lagi tetap ga bosan :) ) menuturkan : "Kekuatan jiwa yaitu; dalam hidup, ada yang harus diperjuangkan. Ada idealisme. Inilah yang menjadi penggerak kita, penggerak yang nyalanya berkobar-kobar dan tak mudah padam. Kekuatan idealisme inilah yang telah melahirkan penulis-penulis besar. Diantara mereka ada yang sangat produktif, ada pula yang tidak. Tetapi, satu karya yang benar-benar baik dan penuh kekuatan, akan jauh lebih berpengaruh daripada seribu buku yang tebal biasa-biasa saja. Ya, kekuatan jiwa. Bukan semata ketrampilan menulis. Kekuatan jiwa itu lahir dari niat yang bersih, tujuan yang jelas, komitmen yang kuat, visi yang tajam dan sikap mental yang baik. Ada yang mereka perjuangkan dalam hidupnya. Ada yang mereka sampaikan".
Setuju banget dengan penjelasan FA, saya rasa tidak hanya dalam bidang menulis, apapun profesi kita dalam hidup kita harus punya nilai tersebut, ada yang harus kita perjuangkan, ada nilai-nilai yang menjadi pegangan kita dalam melangkah. Buku-buku karya Habiburrahman Elshirazy, Helvy TR, Asma Nadia, Endy Kurniawan (Think Dinar) Ligiwina Hananto dengan "kampanye" mengajak Golongan Menengah Indonesia menjadi kuat bagi saya termasuk buku yang ditulis dengan kekuatan jiwa.
FA memberi tips apa yang kita perlukan dalam membangun kekuatan jiwa? langkah pertama pertajam visi, karena ia memberi inspirasi dan mengendalikan setiap kata yang mengalir melalui jari jemari kita. Visi disini adalah gambaran tentang keadaan yang kita inginkan dimasa depan. Visi menjelaskan ingin menjadi apa kita, apa yang ingin kita raih dan akan kita "ciptakan" seperti apa diri kita. Langkah kedua, berpikir progresif yaitu menawarkan upaya kreatif untuk menemukan jalan keluar. Berpikir progresif membuat kita optimis dan inovatif.
Jujur saya menangis pada salah satu bagian kalimat FA dalam "Dunia Kata" tersebut; "Demi Allah, saya mengharap dengan seluruh kekuatan yang saya miliki agar setiap tulisan mampu menciptakan perubahan besar bagi hidup, pikiran, jiwa dan agama kita. Hidup ini tak lama, sedangkan kematian amat dekat. Maka saya berharap setiap kata yang dituliskan menjadi bekal untuk hidup sesudah mati". Subhannalah... semoga karya-karya FA menjadi amal kebaikan, sebagaimana saya rasakan setiap saya membaca buku-buku karya beliau, menjadi tercerahkan dan berusaha memperbaiki diri lebih baik lagi. Aamiin.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 19 Juli 2011

Bertetangga itu Menyenangkan ˆ⌣ˆ


 Di koran harian minggu saya membaca ulasan mengenai perumahan cluster yang lagi trend di jabotabek, ada salah satu penghuni yang memberi alasan kenapa memilih tinggal di konsep cluster dan jawabannya membuat saya ternganga (untung ga ada lalat lewat he he) "enaknya tinggal di cluster karena tidak ada kewajiban untuk bergaul", eh hellowwww hare gene ga gaul xixixi, andai saya jadi wartawan saat itu pengen deh nanya, kalau terjadi kebakaran, kematian, kemalingan, kerusuhan, apa bener ga perlu tetangga?.
Saya tinggal di perumahan yang judulnya cluster, tapi cluster sederhana ga gedengon gitu, ada satpam yang jaga, pintu keluar cuman satu, ga ada pekarangan, batas antara rumah ga ada tembok pemisah (sssttt batuk aja kedengaran lho xixixi), saya enjoy dengan lingkungannya. Begitu buka pintu mau keluar langsung deh keliatan tetangga, bagi saya seneng-seneng aja, tinggal kasih senyuman dan sapaan, apa susahnya, pahala lagi :). Pengalaman pribadi dan para tetangga nih karena ga ada pagar jadi kalau mau bertamu gampang tinggal ketok pintu aja ga harus lewatin pagar, biasa khan ibu-ibu lagi asyik masak eh ada aja yang kelupaan atau habis ya garam, jeruk, atau bumbu lainnya, ke tukang sayur jauh solusi praktis ketok aja rumah tetangga tanyain punya ga yang kita butuhkan trus minta deh klo ada, biasanya ga ada yang keberatan tuh asal jangan tiap hari aja dan mintanya sekilo, kalo itu mah keterlaluan he he. Pernah nih, air di rumah saya ga keluar, padahal mau pergi dan harus mandi (maklum klo di rumah aja ga mandi :)) ), ya udah tinggal numpang mandi di rumah sebelah, beres. Gimana jadinya kalau saya selama ini ga pernah "gaul" dengan tetangga setidaknya bertegur sapa, kadang orang salah mengartikan berkumpul dengan tetangga hanya bicara gosip, itu tergantung niat klo niatnya cuman pengen gosip ya itulah yang didapat tapi kalau tujuannya silaturahmi maka rasa persaudaraan yang kita dapat. Makanya saya sih asyik-asyik aja bertetangga walaupun ga intens banget (soalnya sering ditegur kemana aja bu kok lama ga keliatan padahal ga kemana-mana :) ) karena sindrom bekerja di kota macet pergi pagi pulang sore :((.
Agama Islam sendiri mengajarkan agar memelihara hubungan baik dengan tetangga. HR Muslim ; Sesungguhnya nabi SAW bersabda, " Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah berbuat baik (ihsan) kepada tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menghormati tamunya dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata-kata baik atau diamlah".
Berbuat baik kepada tetangga meliputi 2 segi, yaitu tidak mengganggunya/menyakitinya dan berbuat ihsan kepadanya yaitu, berbuat hal-hal yang bermanfaat bagi tetangga, membantu kebutuhannya atau meringankan bebannya.
Nabi Saw juga bersabda dalam hadis nya yang lain mengenai adab bertetangga yaitu ; jika pinjam kepadamu maka pinjamilah, jika minta tolong maka tolonglah, jika sakit kunjungilah, jika membutuhkan (apa-apa) berilah, jika fakir bantulah, jika mendapatkan kesenangan ucapkan selamat kepadanya, jika tertimpa musibah hiburlah, jika meninggal dunia ikutilah jenazahnya, janganlah (rumahnya) engkau tutup dengan bangunanmu sehingga ia terhalang memperoleh udara kecuali dengan izinnya, janganlah engkau menganggunya dengan bau masakanmu kecuali kalau engkau beri sekedarnya, dan jika engkau membeli buah-buahan hadiahilah ia, kalau hal itu tidak engkau lakukan maka bawalah masuk ke dalam rumahmu dengan cara rahasia dan janganlah anakmu membawanya keluar rumah yang menyebabkan anak tetangga itu menginginkannya (HR Abu Syekh).
Indah sekali ya agama mengatur adab bertetangga yuk mariii kita sama-sama menjadi tetangga yang baik, jadikan tetangga kita seperti saudara terdekat kita (note to self nih he he)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 18 Juli 2011

Arti "mengikat makna" bagi saya

Istilah mengikat makna di munculkan oleh pak Hernowo dalam bukunya yang berjudul sama, sewaktu membaca buku tersebut beberapa tahun yang lalu saya langsung jatuh cinta. Paparan nya mengalir, bahasanya juga bagus dan tertata. Maksud dari mengikat makna disini yaitu menulis segala apa yang kita baca, lihat dan dengar, sehingga semuanya menjadi tulisan yang akan meninggalkan jejak.
Saya senang sekali membaca, apa saja buku saya baca terutama buku novel, agama, motivasi, keuangan dan lain-lain. Yang terpikirkan jika saya membaca begitu banyak buku dan saya tidak menulisnya lagi tentu semua akan hilang karena manusia itu sifatnya lupa, dengan saya menulis setidaknya menulis resensi maka suatu saat ketika saya membaca tulisan mengenai buku tersebut akan membantu mengingat kembali memori otak saya. Semenjak saat itulah saya bersemangat menulis apa saja walaupun hobi untuk menulis harian atau diary telah saya mulai dari sekolah dasar tapi sekarang setidaknya saya punya tujuan, arahan dan alasan dari kegiatan menulis tersebut, maka setelah itu hampir semua buku harian saya pada halaman depannya saya tulis "Mengikat Makna" :)).
Menulis bagi saya juga bisa menjadi terapi "kegelisahan", dengan sifat yang rada tertutup dan pendiam hhhmmmm (bukan pencitraan ya xixi) sulit bagi saya untuk menguraikan segala pikiran dan perasaan yang terpendam dan menulis menjadi jawabannya.
Saya perhatikan tulisan harian saya dari masa sekolah-kuliah-menikah-bekerja dan sampai saat ini, terbaiknya ada pada saat kuliah, saya sempat heran dan bertanya bukankah dengan bertambah umur maka pengalaman, kematangan jiwa dan rohani saya juga bertambah dan hal tersebut akan berpengaruh ke tulisan saya. Seharusnya begitu tapi saya menemukan jawaban lain ketika masa kuliah keseharian dan kehidupan saya adalah belajar. Bacaan, lingkungan, kegiatan semuanya menunjang proses belajar tersebut sehingga pikiran dan jiwa saya memang terpusat untuk itu maka saya bisa menulis dengan spontan, lancar dan bebas. Mungkin itu sebuah proses saya percaya semakin saya sering mencoba dan latihan maka menulis akan menjadi sebuah kebutuhan. Satu yang akan tetap saya pegang dalam menulis yaitu menulis dengan hati karena sampainya pun pada hati pula. Ciaooooo ˆ⌣ˆ
Powered by Telkomsel BlackBerry®