"Di belakang kita berdiri satu tugu yang bernama nasib, disana telah tertulis rol yang akan kita jalani. Meskipun bagaimana kita mengelak dari ketentuan yang tersebut dalam nasib itu, tiadalah dapat, tetapi harus patuh kepada perintahNya"
"Cinta adalah iradat Tuhan, dikirimnya ke dunia supaya tumbuh. Kalau dia terletak diatas tanah yang lekang dan tandus, tumbuhnya akan menyiksa orang lain. Kalau dia datang kepada hati yang keruh dan pembaca budi yang rendah, dia akan membawa kerusakan. Tetapi jika dia hinggap kepada hati yang suci, dia akan mewariskan kemuliaan, keikhlasan dan taat kepada ilahi"
"Cinta adalah iradat Tuhan, dikirimnya ke dunia supaya tumbuh. Kalau dia terletak diatas tanah yang lekang dan tandus, tumbuhnya akan menyiksa orang lain. Kalau dia datang kepada hati yang keruh dan pembaca budi yang rendah, dia akan membawa kerusakan. Tetapi jika dia hinggap kepada hati yang suci, dia akan mewariskan kemuliaan, keikhlasan dan taat kepada ilahi"
Setelah membaca novelnya sekian tahun yang lalu, tentu saya sangat ingin melihat bagaimana bahasa tulisan roman yang indah ini dibuat secara visual. Walaupun sebagai seorang pembaca saat kita membaca sebuah tulisan secara langsung pikiran kita seperti sebuah film yang sedang di putar membayangkan apa yang sedang kita baca.
Film ini bercerita mengenai mengenai kisah kasih tak sampai. Zainudin seorang pemuda berdarah campuran Makasar dan Minang jatuh hati dengan Hayati kembang desa asli Batipuh. Sudah menjadi adat di Minang keputusan diambil oleh ninik mamak pemangku adat. Dengan alasan suku yang berbeda dan miskin akhirnya Hayati dinikahkan dengan Aziz yang lebih kaya secara harta tapi miskin secara kepribadiaan.
Singkat cerita Zainudin yang terusir dan terhina ini akhirnya bangkit menjadi seorang penulis yang terkenal dan takdir mempertemukan kembali dengan pasangan Aziz dan Hayati. Namun keadaan telah terbalik mereka yang kini memohon pertolongan dan dalam keadaan terhina. Aziz yang hobi berjudi dan main perempuan akhirnya tidak tahan dalam keadaan susah hingga bunuh diri, meninggalkan Hayati di rumah Zainudin, sebelumnya sempat mengirim surat kepada Zainudin untuk mengembalikan Hayati kepada orang yang di cintainya. Saat kesempatan sudah didepan mata Zainudin menolak kembali bersama Hayati mengingat kekecewaan yang telah diperbuat Hayati. Dengan hati yang sedih dan pilu Hayati pulang dengan kapal Van Der Wijck. Namun malang tak dapat di tolak kapal tersebut karam hingga Hayati berpulang pada saat Zainudin menyesal dengan keputusannya dan berharap mereka dapat hidup bersama.
Pesan yang ingin disampaikan dalam roman ini tentang adat dan takdir. Buya Hamka menggugat adat Minang dan mengajarkan tentang ketetapan takdir manusia :
"Tak usah engkau berbicara, rupanya engkau tidak mengerti kedudukan adat istiadat yang diperturun penaik sejak dari ninik yang berdua. Datuk Perpatih Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketemangungan yang dibubutkan layu, yang dikisarkan mati. Meskipun ayahnya orang Batiputih, ibunya bukan orang Minangkabau, mamaknya tidak tentu entah dimana, sukunya tidak ada. Tidak ada perpatihnya, tidak ada ketemanggungannya. Kalau dia kita terima menjadi suami anak kemenakan kita, ke mana kemenakan kita hendak menjelang iparnya, kemana cucu kita berbako, rumit sekali soal ini".
"Tak baik kita mencela orang lain, karena tiap-tiap negeri berdiri dengan adatnya, walaupun apa bangsanya dan di mana negrinya, " jawab yang muda itu.
"Itu betul, tetapi tidak ada yang melebihi Minangkabau. Tatkala masa dahulunya, sampai ke Aceh tiga segi, sampai Teratak Air Hitam, sampai ke Bugis Mengkasar, di bawah perintah Minangkabau semuanya. Membayar hak dacing pengeluaran, ubur-ubur gantung kemudi, ke dalam alam Minangkabau."
"Itu betul, tetapi tiap-tiap bangsa itu mengakui mereka pula yang lebih asal, yang lebih dahulu mencacak perumahan Pulau Perca ini."
"Datuk Garang yang kurang biasa disanggah oleh yang lebih muda telah agak meradang, terus berkata..."Wa'den labiah tahu dari kalian (Saya lebih tahu dari kamu semua).
"Hayati seorang gadis yang bercita-cita tinggi, tetapi jiwanya pun tak betah akan mengecewakan hati ninik mamaknya dan kaum kerabatnya. Dia hanya akan menerima apa tulisan takdir."
Adat yang tidak menjunjung keadilan bukanlah adat yang baik dan benar. Seharusnya setiap adat yang berlaku itu membawa kebaikan bagi masyarakatnya. Bagaimana dengan sikap Hayati, tidak seharusnya kah dia berjuang terhadap cita-citanya? Hayati ikhlas terhadap ketentuan yang berlaku walaupun harus berperang dengan hatinya.
Dua karya sastra Buya Hamka yang telah saya baca, Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk penuh air mata sama-sama tentang kasih tak sampai. Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa seperti ini bukankah sebagai seorang ulama dan ahli agama bisa saja Buya membuat kisah tentang semangat dan motivasi. Tetapi setelah membaca buku-buku agama Buya Hamka yang lain seperti Tasawuf Modern, Pandangan Hidup Seorang Muslim, mungkin ini berhubungan dengan ajaran Tasawuf yang didalami oleh Buya Hamka yang banyak mengajarkan tentang hati, ikhlas dan takdir.
Saya jadi teringat dengan pengarang yang terkenal saat ini Tere Liye, dalam beberapa bukunya juga bercerita mengenai kasih tak sampai dan cinta yang tak terkatakan. Ada beberapa buku yang membuat saya gemas yang berjudul "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Senja Bersama Rosie", saya membuat resensi di blog ini dan saya mengatakan, saya ga suka dengan tokohnya yang menyimpan perasaan bertahun tahun, saya inginnya cinta itu diusahakan dan dinyatakan. Tetapi perjalanan waktu dengan membaca tulisan-tulisan lain Tere Liye dan mengikuti note nya di FB akhirnya saya paham dan setuju, sikap tersebut dalam konteks perasaan saat belum menikah karena Tere Liye banyak menulis untuk anak-anak dan remaja dan saya lupa bahwa saya ini udah golongan emak-emak :)). Cinta sebelum saat yang halal lebih baik disimpan dan hanya di sampaikan kepada Allah. Selama proses menunggu pantaskan diri dan banyak berbuat yang bermanfaat dan kebaikan. Jikalau memang itu jodoh yang diberikan Allah kepada kita maka perasaan kita tetap terhormat dan kita bisa menjaga diri kita terhadap sesuatu yang dilarang Allah. Apalagi terhadap cinta kepada orang yang sudah berkeluarga lebih baik diabaikan saja.
Banyak manfaat dan hikmat dari buku ini. Dan bagi saya sendiri membaca buku demi buku bersama waktu juga mendewasakan diri saya dan memberi pemahaman yang lebih baik. Barakallah buat para penulis yang niatnya menulis untuk membawa manfaat dan kebaikan.
Singkat cerita Zainudin yang terusir dan terhina ini akhirnya bangkit menjadi seorang penulis yang terkenal dan takdir mempertemukan kembali dengan pasangan Aziz dan Hayati. Namun keadaan telah terbalik mereka yang kini memohon pertolongan dan dalam keadaan terhina. Aziz yang hobi berjudi dan main perempuan akhirnya tidak tahan dalam keadaan susah hingga bunuh diri, meninggalkan Hayati di rumah Zainudin, sebelumnya sempat mengirim surat kepada Zainudin untuk mengembalikan Hayati kepada orang yang di cintainya. Saat kesempatan sudah didepan mata Zainudin menolak kembali bersama Hayati mengingat kekecewaan yang telah diperbuat Hayati. Dengan hati yang sedih dan pilu Hayati pulang dengan kapal Van Der Wijck. Namun malang tak dapat di tolak kapal tersebut karam hingga Hayati berpulang pada saat Zainudin menyesal dengan keputusannya dan berharap mereka dapat hidup bersama.
Pesan yang ingin disampaikan dalam roman ini tentang adat dan takdir. Buya Hamka menggugat adat Minang dan mengajarkan tentang ketetapan takdir manusia :
"Tak usah engkau berbicara, rupanya engkau tidak mengerti kedudukan adat istiadat yang diperturun penaik sejak dari ninik yang berdua. Datuk Perpatih Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketemangungan yang dibubutkan layu, yang dikisarkan mati. Meskipun ayahnya orang Batiputih, ibunya bukan orang Minangkabau, mamaknya tidak tentu entah dimana, sukunya tidak ada. Tidak ada perpatihnya, tidak ada ketemanggungannya. Kalau dia kita terima menjadi suami anak kemenakan kita, ke mana kemenakan kita hendak menjelang iparnya, kemana cucu kita berbako, rumit sekali soal ini".
"Tak baik kita mencela orang lain, karena tiap-tiap negeri berdiri dengan adatnya, walaupun apa bangsanya dan di mana negrinya, " jawab yang muda itu.
"Itu betul, tetapi tidak ada yang melebihi Minangkabau. Tatkala masa dahulunya, sampai ke Aceh tiga segi, sampai Teratak Air Hitam, sampai ke Bugis Mengkasar, di bawah perintah Minangkabau semuanya. Membayar hak dacing pengeluaran, ubur-ubur gantung kemudi, ke dalam alam Minangkabau."
"Itu betul, tetapi tiap-tiap bangsa itu mengakui mereka pula yang lebih asal, yang lebih dahulu mencacak perumahan Pulau Perca ini."
"Datuk Garang yang kurang biasa disanggah oleh yang lebih muda telah agak meradang, terus berkata..."Wa'den labiah tahu dari kalian (Saya lebih tahu dari kamu semua).
"Hayati seorang gadis yang bercita-cita tinggi, tetapi jiwanya pun tak betah akan mengecewakan hati ninik mamaknya dan kaum kerabatnya. Dia hanya akan menerima apa tulisan takdir."
Adat yang tidak menjunjung keadilan bukanlah adat yang baik dan benar. Seharusnya setiap adat yang berlaku itu membawa kebaikan bagi masyarakatnya. Bagaimana dengan sikap Hayati, tidak seharusnya kah dia berjuang terhadap cita-citanya? Hayati ikhlas terhadap ketentuan yang berlaku walaupun harus berperang dengan hatinya.
Dua karya sastra Buya Hamka yang telah saya baca, Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk penuh air mata sama-sama tentang kasih tak sampai. Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa seperti ini bukankah sebagai seorang ulama dan ahli agama bisa saja Buya membuat kisah tentang semangat dan motivasi. Tetapi setelah membaca buku-buku agama Buya Hamka yang lain seperti Tasawuf Modern, Pandangan Hidup Seorang Muslim, mungkin ini berhubungan dengan ajaran Tasawuf yang didalami oleh Buya Hamka yang banyak mengajarkan tentang hati, ikhlas dan takdir.
Saya jadi teringat dengan pengarang yang terkenal saat ini Tere Liye, dalam beberapa bukunya juga bercerita mengenai kasih tak sampai dan cinta yang tak terkatakan. Ada beberapa buku yang membuat saya gemas yang berjudul "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Senja Bersama Rosie", saya membuat resensi di blog ini dan saya mengatakan, saya ga suka dengan tokohnya yang menyimpan perasaan bertahun tahun, saya inginnya cinta itu diusahakan dan dinyatakan. Tetapi perjalanan waktu dengan membaca tulisan-tulisan lain Tere Liye dan mengikuti note nya di FB akhirnya saya paham dan setuju, sikap tersebut dalam konteks perasaan saat belum menikah karena Tere Liye banyak menulis untuk anak-anak dan remaja dan saya lupa bahwa saya ini udah golongan emak-emak :)). Cinta sebelum saat yang halal lebih baik disimpan dan hanya di sampaikan kepada Allah. Selama proses menunggu pantaskan diri dan banyak berbuat yang bermanfaat dan kebaikan. Jikalau memang itu jodoh yang diberikan Allah kepada kita maka perasaan kita tetap terhormat dan kita bisa menjaga diri kita terhadap sesuatu yang dilarang Allah. Apalagi terhadap cinta kepada orang yang sudah berkeluarga lebih baik diabaikan saja.
Banyak manfaat dan hikmat dari buku ini. Dan bagi saya sendiri membaca buku demi buku bersama waktu juga mendewasakan diri saya dan memberi pemahaman yang lebih baik. Barakallah buat para penulis yang niatnya menulis untuk membawa manfaat dan kebaikan.