Apakah ibadah tidak berhubungan dengan perilaku?
Maksudnya apakah jika seorang itu rajin ibadah maka prilakunya baik, begitu juga sebaliknya .
Pertanyaan ini menjadi diskusi hangat di group dan menjadi sebuah pemikiran yang panjang dan renungan yang mendalam bagi saya. Kenapa?
Berawal dari sebuah kejadian di sebuah instansi ada pegawai yang tertangkap oleh KPK , kejadian ini menjadi bahasan dimana-mana termasuk di jajaran atas para pimpinan kemudian tercetuslah komentar bahwa yang bersangkutan seorang yang alim, rajin ibadah, kalem dll.
Kemudian apa yang terjadi ternyata realita lapangan berkata lain, apakah ini termasuk orang yang bermuka dua?
Saya termasuk tidak setuju ketika dikatakan ibadah yang dilakukan percuma karena itu sebuah kewajiban seorang muslim, tetapi saya juga tidak bisa menutup mata ketika orang yang rajin beribadah ternyata melakukan perbuatan yang terlarang. Idealnya memang seharusnya orang yang rajin beribadah, perilakunya dalam bekerja juga bagus, tidak korupsi.
Mungkin ini disebabkan kesalahan dalam berpikir (di luar asumsi adanya godaan) adanya pemisahan pemikiran antara bekerja dan beribadah. Ibadah hubungannya dengan akhirat sedangkan bekerja hubungannya dengan dunia.
Seharusnya segala hal yang kita lakukan di dunia ini kita niatkan sebagai ibadah. Jadi bekerja itu bagian dari ibadah, ibadah itu bukan hanya di mesjid. Jika kita bekerja dengan jujur, amanah, apakah itu bukan sebuah ibadah? Berbuat baik dalam bekerja merupakan amalan kebaikan yang mendatangkan pahala dan merupakan kewajiban dari sebuah profesionalitas dalam bekerja.
Tidak cukup hanya sebuah sistem dalam bekerja saja yang diperbaiki. Sebagus apapun sebuah sistem yang diciptakan manusia tetap punya celah untuk disalah gunakan. Bagi saya ini sebuah pengingat buat diri sendiri dan menjadi landasan dalam berpikir, selalu perbaiki niat, lakukan segala sesuatu itu untuk ibadah. Menjemput nafkah yang halal itu wajib karena halalnya saja di hisab , haramnya di azab.
Kekuatan yang paling besar dalam sebuah keberhasilan pekerjaan bukan hanya sekedar modal, sistem, pelayanan, sdm tapi adanya kekuatan iman dalam setiap orang yang bekerja. Iman yang mendasari bahwa bekerja tidak hanya bertujuan untuk dunia tapi juga sebagai bekal untuk hari akhir. Bukan jumlah harta yang penting tapi berkahnya yang paling penting.
Bagaimana hubungannya dengan Ramadhan? Apakah kita kurangi pekerjaan agar bisa fokus untuk beribadah? Bagi saya, tetaplah bekerja apalagi untuk yang bekerja dalam ranah publik, sedangkan untuk yang bekerja mandiri, pilihan untuk mengurangi pekerjaan menjadi lebih gampang karena tidak terikat oleh aturan perijinan.
Tapi tekatkan dalam hati, mumpung masih di beri kesempatan di bulan Ramadhan perbanyak amal ibadah, puasa, sholat, membaca Alquran, taklim dll.
Allah tau kadar kondisi dan kekuatan seorang hamba, maka tugas kita mari berlomba lomba dalam melakukan kebaikan soal hasil dari sebuah target, biar Allah yang menyempurnakannya.
9 Ramadhan
Mengikat makna dari rasa dan pikiran